“Politik Persekongkolan Jahat
kooperatif dengan dunia usaha, Lembaga Negara, Lembaga Independen sampai ke
Preman (menunggangi). Politik parkir di
kekuasaan, gagal total memenuhi kebutuhan mensejahterahkan & menciptakan
rasa keadilan masyarakat”.
Mari kita telaah konstribusi
pelaku politik ; Politikus & Kekuatan Modal (penyandang dana) dalam masyarakat dan tata bernegara. Dimana sisi
attitude politikus sangat lemah dalam bermanuver guna meraih ambisinya, karena selalu
memanfaatkan popularitas & pencitraan
tanpa cermin sebagai alat propaganda, mengerahkan segenap kemampuan diri (phisik
& materi) kalau dia adalah orang yang tepat, pantas untuk dipilih dan
dipercaya/amanah untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Setelah pencapaian diraih
pada saatnya (menduduki jabatan) gaya politik pencitraan tetap dipertontonkan
ke publik dibarengi dengan cara pertemanan kepentingan demi pemenuhan kepuasan
pribadi menjadi utama. Dampaknya kerja kolektif berfaedah mati suri.
Apakah mereka pernah belajar atau paham arti sebenarnya berpolitik?
Secara sederhana Politik adalah seni dan atau ilmu untuk meraih kekuasaan dengan cara individu atau bersama-sama secara
konstitusional maupun nonkonstitusional. Diperlukan kesadaran berakhlaq tinggi
dan pemahaman mendalam dalam mengaplikasikan arti, maksud dan tujuan berpolitik
itu sendiri.
Politikus diperlukan kecerdasan yang berkarakter baik, lincah,
cermat membaca situasi kondisi kebutuhan rakyatnya. Bukan sekedar pencitraan
mempertahankan popularitas.
Kekuatan
Modal dibutuhkan keikhlasan luar biasa juga kontrol terencana kedepan bagi
identitas PARPOL, politikus dan kekuatan modal berkolaborasi
demi kemaslahatan Bangsa dan Negara Republik
ini
. Karena biaya yang dikeluarkan
penyandang dana tidaklah kecil untuk
pergerakan roda partai, bukan malah membuka dan atau menciptakan peluang
persengkokolan jahat.
“Harus saya katakan dengan jujur,
PARPOL kurang berperan dalam hal yang
bersifat strategis kebangsaan”, kata Din Syamsudin ketua PP Muhammadiyah,
mencontohkan. (kompas, Senin 11 Maret
2013)
Dalam sebuah organisasi
politik sangat dibutuhkan support members (dukungan anggota), kekuatan politik
yang hakiki ada pada people power (dukungan rakyat), bukannya people freeman
alias masyarakat preman. Iklim politik
sekarang bermuara pada kekuasaan semata, kandas mengalokasikan kesejahteraan
dan rasa keadilan di masyarakat. “Lagipula
politik menyangkut kegiatan berbagai-bagai kelompok termasuk partai politik dan
kegiatan orang-orang (individu)”*); maka
wajib hukumnya bagi pelaku poltik memenuhi aspirasi rakyat guna memelihara
ketentraman lahir & bathinnya. “Politik
selalu menyangkut tujuan-tujuan dari seluruh masyarakat (public goals), dan
bukan tujuan pribadi seseorang (private goals)”**); pada tahap masuk
kedalam aktifitas organisasi dan atau lembaga kenegaraan seseorang diharapkan
berkreasi inovatif membangun.
Idealnya bila ingin
menjadi seorang pemimpin, jadilah
pelaku politik yang miskin bergelimang harta, dalam arti manfaatkan kekayaan
untuk memakmurkan rakyatnya. Harta
sangat dibutuhkan bukan untuk dipamerkan. Ketimpangan sosial, rasa
keadilan dan korupsi mendapat porsi skala prioritas sebagai misi yang harus dituntaskan, kemakmuran
bangsa menjadikannya visi politik
kedepan. Dibutuhkan orang kaya yang bersedia miskin
demi rakyatnya. “Sayidina Usman bin Afan RA memilih tantangan kaya. Karena lebih berat,
tapi bagi beliau bisa lebih besar pahalanya. Ketika zuhud (tidak terlalu
mencintai dunia secara berlebihan) bersanding dengan kaya, maka yang muncul
adalah kedermawanan yang luar biasa”.
Contoh Politik Persekongkolan
Jahat: Kasus Century berlanjut
dengan Wisma Atlet kini Hambalang dan banyak kasus persengkokolan jahat lainnya yang dilakukan
oleh perorangan maupun berjamaah; kasus cek pelawat Gubernur Bank Indonesia,
Simulator SIM LANTAS POLDA dan perhatikan penangkapan atas seorang terindikasi
preman sekaligus ketua umum organisasi kemasyarakatan beserta kelompoknya di
Jakarta nampak jelas dibela oleh PARPOL. Tengok juga kasus Daging Sapi dan melonjaknya
harga Bawang saat ini, ujung-ujungnya Negara merugi rakyat sengsara. Melihat
tabiat/karakter pejabat eksekutif (politikus), aparatur pemerintah dan anggota
kepolisian seperti ini, apa jadinya dunia perpolitikan, iklim usaha dan tertib
hukum masyarakat pencari keadilan dengan
segala kebutuhan pelayanan didalamnya? Sebagai penjaga ketertiban dan keamanan
wilayah yang sangat bersinggungan dengan politik, bagaimana jadinya masa depan PARPOL
dan Kepolisiannya? PARPOL alat mencapai kekuasaan sementara kepolisian pengawal
jalannya proses kekuasaan, bila keduanya bersekongkol?! Walluhualam Bishawab.
Politik Pembiaran pantas
dimatikan, Politik Kepedulian layak dihidupkan, peran masyarakat dan penguasa
atas perilaku politik persekongkolan jahat; koruptor, premanisme, anarkis,
pelecehan sex dan asusila bagai benalu yang
tumbuh subur dalam organisasi politik dan kemasyarakatan. Syah-syah saja
setiap orang mendirikan sebuah organisasi politik atau kemasyarakatan,
sepanjang Anggaran Dasar Rumah Tangga
(ADRT) organisasi sejalan dengan Undang-undang Dasar dan Hukum yang berlaku di
Indonesia. Terbentuknya organisasi pasti memiliki maksud dan tujuan mulia,
bukan malah dijadikan perisai dalam kerangka melegalisir suatu tindak pelanggaran
atau kejahatan . Verifikasi ketat dan
selektif pada setiap pengajuan pembentukan organisaasi baru, sistem kontrol
efektif pada organisasi yang telah ada dimana perlu dibuatkan aturan main baru.
Gawatnya lagi bila individu
tersebut merasa tidak bersalah, apabila bersentuhaan dengan masalah hukum maka
sulit disentuh. Mulai dari seorang pejabat swasta atau negara, karyawan,
aktivis pembela rakyat, tokoh muda, tokoh Agama, selebritis, ekonom, ahli hukum
sampai ahli nujum ikut berpolitik praktis, terjebak menjadikan merosot
kredibilitas moralnya. Kenyataan pula masyarakat kecilpun tanpa sadar ikut
berpolitik kotor seperti ; politik uang (pemanfaatan golongan rakyat kurang
mampu) pada PEMILUKADA umumnya kekuatan modalah yang akan timbul sebagai pemenang.
Ingat; Hukum mungkin Buta dalam Terang tapi dapat Melihat di Gelapan.
Mata awam masyarakat telah berasumsi bahwa umumnya organisasi politik dan lembaga
swadaya masyarakat semata-mata untuk pencapaian kekuasaan bagi pemuasan
kebutuhan diri dan golongannya. Tidak diketemukan adanya pencapaian
kebutuhan bagi pemuasaan masyarkat yang dilindungi dan diayomi.
Pengalaman pribadi: sebagai peserta Musyawarah Nasional Serikat Pekerja (MUNAS SP) di
perusahaan swasta tempat saya bekerja, mereka (pengurus DPP & Panitia)
layak disebut sebagai politikus ulung, kenapa? loby politik sudah dimulai saat
awal keberangkatan di Bandara Udara. Pemangkuan jabatan pengurus SP demi
pengamanan jabatan/karir perorangan dan
kelompoknya menjadi tujuan utama, politik uang menjadi kebutuhan, aspirasi
karyawan tuk bersinergi dengan manajemen menjadi terabaikan. Intervensi manajemen bagi pengamanan usahanya
terasa kental dalam perjanjian kerja
bersama. Kasian..mereka tidak paham memaintance mesin
organisasi SP yang baik dan benar, cara mengayomi karyawan.
Ketidakberesan terlihat sejak awal, permainan terkesan memalukan; mulai dari
cara membuka, memimpin sidang, loby suara sampai dengan pentupan MUNAS.
Saya sedikit terhibur, dengan aroma
demokrasi walaupun hanya terlihat saat pemilihan ketua SP, peserta idealis
tetap bersemangat pejuang walau akhirnya kalah. Miris memang sang Direksi
berucap bangga; “ini adalah MUNAS paling demokrasi, tidak ada lagi kedua kubu
yang berseberangan, sangat demokratis, semoga kedepan kita semakin baik”.
Inikah cermin kecil masyarakat yang ikut-ikutan(termasuk dunia usaha tentunya)
?
Saya tidak yakin 1000%
kalau ada organisasi politik berkomitmen pada misi dan visi untuk pemenuhan
hal-hal kemudharatan. Namun bila terus berkelanjutan dengan mesin organisasi
politik yang kuat tersebut tapi diisi bahan bakar kemunafikan, maka penyampaian
aspirasi rakyat lewat PEMILU sama artinya kita telah beriventasi emas 24 karat
= 99% bagi pemakjulan / melegalisir kejahatan berpolitik. Pencoblosan
menjadikan santapan dosa bagi rakyatnya, sementara dosa dijadikan penyedap rasa
bagi pelaku politik. Mungkinkah ini dampak akibat pembelajaran yang diberikan
politikus pada rakyatnya? Pemerintah harus terbuka, berani dan tegas
membubarkannya bila diketemukan adanya organisasi menyimpang dalam kehidupan
dimasyarakat. Reformasi Mei 1998 telah berlalu tapi masih ada waktu bagi kita
untuk berbuat sesuai tuntutan Reformasi 1998, selama niat baik dan aksi
perilaku positif ditradisikan untuk memajukan Negeri ini. SEMANGAT
PERUBAHAN!!!
Dunia perpolitikan
telah dinodai justru menjadi tontonan rating tertinggi, estetika politik
bermoral tersimpan rapi dalam lemari besi…ini kenyataan!!!, bahwa lebih mudah
menimbulkan perselisihan dari pada menghasilkan kejelasan pemikiran dan
pemahaman atas sebuah kasus, untuk diselesaikan secara kesatria politik. Lebih mudah membentuk kepentingan pribadi dan
golongan ketimbang menjadikan masyarakat cerdas yang bernurani. Semoga Jayalah
Bangsa-Ku Majulah Negeri-Ku…Indonesia Tanah Airku Tercinta.
Saya persembahkan sepenggal
lirik lagu “Asik ga Asik dari Iwan Fals” ;
“Dunia politik penuh dengan intrik
Cubit sana cubit sini itu sudah lumrah
Seperti orang pacaran Kalau nggak nyubit nggak asik
Dunia politik penuh dengan intrik
Kilik sana kilik sini itu sudah wajar
Seperti orang adu jangkrik Kalau nggak ngilik nggak asik
Rakyat nonton jadi supporter
Kasih semangat jagoannya
Walau tau jagoannya ngibul Walau tau dapur nggak ngebul
Dunia politik dunia bintang
Dunia hura hura para binatang
Berjoget dengan asik”.
*-**)Dasar-dasar
ilmu politik; Miriam Budiardjo.