Paskah Reformasi Mei
1998, permasalahan NARKOBA & KORUPSI tidak pernah kunjung sirna dalam
kehidupan masyarakat kita, bagai Api
dengan Asap ; tidak dapat terpisahkan. Harapan menciptakan Indonesia Baru
ternyata sebatas mimpi di siang hari bolong.
Pengertian “narkoba “ adalah singkatan
dari Narkotika dan obat berbahaya dan Napza adalah singkatan dari Narkotika
Alkohol Psikotropika dan Zat Adiktif lainnya, bisa membuat seseorang berhalusinasi juga tak sadarkan diri alias "beler" atau fly, lebih mengarah
ke obat yang membuat penggunanya kecanduan.
Pengertian “ korupsi “ lebih ditekankan pada
pembuatan yang merugikan kepentingan publik atau masyarakat luas atau
kepentingan pribadi atau golongan.
NARKOBA & KORUPSI Suatu
perbuatan tercela dimata masyarakat yang sangat
dilarang keras oleh semua Agama tapi manusia selalu ada untuk mendekatinya, mencicipi ke-NIKMAT-an duniawi dari
hal tersebut diatas.
NARKOBA menjadi pilihan sesaat kadang pilihan hidupnya (kecanduan)
karena memang sangat menenangkan bahkan
bisa menggairahkan hidup untuk melakukan suatu aktivitas. Hal ini semua
berdasarkan pengakuan mereka-mereka yang sempat terjerumus Narkoba yang
akhirnya menyadari kalau pilihan tersebut salah besar dan sangat membahayakan
dirinya.
Yayasan Kesatuan Peduli
Masyarakat (Kelima) DKI Jakarta mengemukakan, jumlah pengguna narkotika dan
obat terlarang di Indonesia pada 2012 ini sekitar 5 juta orang. Bayangkan bila
1 (satu) orang membelanjakan uangnya Rp. 100.000.-/hari X 30 hari : Rp.
3.000.000.- /bulan. Setahun : Rp. 36.000.000 X 5 jt orang : Rp.
180.000.000.000.000.- (seratus delapan puluh trilun rupiah) sebuah bisnis yang
sangat menggiurkan.
KORUPSI menjadi pilihan sekalipun secara ekonomi mereka sudah
berkecupan, karena memang kesempatan ini selau terbuka, gilanya hal ini
dilakukan berjamaah. Ketegasan, kesadaran dan kontrol yang lemah, dari kalangan
terendah seperti ; pungli tilang oleh oknum aparat dengan cara damai,
restribusi dipasar-pasar dan sejenisnya, biaya pengurusan untuk hal-hal kebutuhan
pribadi di hampir setiap departemen pemerintah seperti; pembuatan KTP, paspor,
sertipikat tanah dan banyak lagi. Di kalangan atas; pendanaan/tender
proyek-proyek pemerintah dan lainnya. Kewibawaan hukum dan ketegasan aparat
dalam memberantas korupsi terkadang setengah hati ; hukuman yang diharapkan
dapat membuat jera pelaku tidak pernah efektif. Aparatpun kurang jeli atau
apalah sebabnya yang mengakibatkan si pelaku menjadi ringan hukumannya bahkan
bisa bebas.
Dari data Indonesia
Corruption Watch (ICW) sepanjang tahun 2011, sebanyak 436 kasus korupsi telah
diproses dengan jumlah tersangka 1.053 orang, kerugian negara mencapai
535,7 miliar rupiah. Mungkin angka kerugian Negara akibat korupsi lebih dasyat dibanding narkoba, Ini
yang melalui proses hukum namun korupsi yang dilakukan kalangan
terendah tidaklah/sulit terdata, belum lagi pelaku yang lolos dari jeratan
hukum.
Perbedaannya: Narkoba, bagi
pelaku atau korban hanya akan berdampak/merugikan langsung dirinya sendiri., sedangkan
Korupsi, bagi pelaku akan langsung memperkaya
dirinya dan berdampak pada si korban adalah Masyarakat, Bangsa dan Negara ini. Persamaannya; Keduanya sangat
mempengaruhi mental dan pola pikir generasi muda dalam menentukan arah berkehidupan.
Dasar Undang-undang?
ada., aparat penegak hukum ? mumpuni kita punya, para pemuka Agama, tokoh
masyarakat tidak henti-hentinya memberi
nasehat, juga contoh akibat dari pelaku tersebut jelas terlihat;
memalukan/dicibir dilingkungan sosial sekaligus merugikan diri, keluarga, Bangsa
dan Negara.
Mungkinkah diperlukan amandemen
Undang-undang Narkoba dan Korupsi? Menjadikan
teringan adalah hukuman seumur hidup dan terberat adalah hukuman mati?. Sepertinya
“Bagai Pungguk Merindukan Bulan”,
bila berharap NARKOBA & KORUPSI lenyap dari pangkuan Ibu Pertiwi.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar