Unjuk rasa dalam alam
dinamika demokrasi sekarang, menurut saya terkesan menjadi “lumrah,
individualism grup (kepentingan golongan). Seringkali kita saksikan bila hal ini dilakukan oleh segelintir
Lembaga Sosial Masyarakat (LSM) yang menjadi benalu demokrasi, ditunggangi oleh
banyak kepentingan sepihak, dan parahnya lagi berakibat/menjadikan anarkis
dan brutal, karena
mereka umumnya “maaf” hanya bergerak oleh karena bayaran/upah.
Unjuk rasa dengan
berkonsentrasi pada satu area saja sangat baik juga tepat sasaran, misal; menuntut upah dan atau
kebijakan yang ditetapkan, jika dilakukan dengan tertib di depan/halaman gedung
kantor (mengisolasi/tersekat) tempat bekerja, lapangan, taman, dll.
Dan apabila unjuk rasa dilakukan
dengan cara “aksi mogok” sepantasnya tergantung kebutuhan dan kitapun harus berpikir
dampak dari aksi tersebut. Contoh; aksi
mogok buruh, bila terus dilakukan tanpa melihat waktu/hari (terus menerus) bisa
mengganggu iklim usaha kita, kedepannya Negara bisa merugi, sementara dampak langsung
saat unjuk rasa dilakukan dijalan raya, karena lalu lintas dibuat lumpuh,
anak-anak kita tidak bisa berangkat sekolah, sang ayah tidak dapat bekerja. Yang
rugi adalah rakyat kebanyakan, juga kita sendiri.
Sementara bila "aksi mogok” dilakukan
oleh pekerja yang berprofesi ahli seperti, dokter; dampak pelayanan kemanusian
akan kesehatan masyarakat amat sangat terganggu, bagaimana dengan kode etik
profesi? Seorang dokter janganlah berpikiran sempit bahwa dia sangatlah
dibutuhkan, tanpa pasien (rakyat) anda bukanlah siapa-siapa sekalipun diperlukan. Profesi dokter
memang terhormat, maka jadilah seorang bermartabat, profesional, berjiwa sosial tinggi dan
bermoral/akhlaq mulia, janganlah sekali-kali berpikir karena demi profesi
(kelompok) apalagi karena materi tapi berpikirlah apa yang dapat kau berikan pada bangsa dan negara ini.
Untuk karena materi, mari kita perhatikan; banyaknya klinik pelayanan
kesehatan yang tumbuh bagai jamur saat ini, disamping siaga dokter 24 jam
mereka (dalam satu atap) juga melayani jual obat/apotek (melayani resep atau non resep), sekaligus menjalin kerjasama
dengan beberapa perusahaan swasta. Sangat kentara, klinik lebih berorientasi/mengutamakan Bisnis dari pada Misi Pelayanan
Sosial. Sepanjang tidak melanggar hukum dan taat bayar pajak itu boleh-boleh
saja pikir mereka para pemilik klinik kesehatan. Apa boleh buat? Kita memang
butuh dokter dan jangan heran banyak masyarakat kecil (tidak mampu) lari ke
pengobatan alternative salah satu sebab karena mereka tidak mampu berobat ke
rumah sakit atau klinik-klinik pengobatan terdekat. Miris memang, tapi kita
hanya bisa Ikhlas dan Pasrah.
Kembali pada profesi, sebab profesi apapun
mempunyai resiko, khususnya resiko akan sanksi hukum. Dengan adanya hukum/undang-undang
dibuat untuk ketertiban, kenyamanan yang berkelanjutan bersama/berkehidupan pada alam dan sosial kemasyarakatan.
Sebagai Negara Hukum berdasarkan Pancasila
dan Undang-undang Dasar 1945, setiap warganegara
sama kedudukannya dimata hukum. Setiap perilaku menyimpang (pelanggaran atau kejahatan) oleh warganegara dan atau oleh sebab suatu profesi (bila terbukti) maka wajib
dikenakan sanksi.
Aksi protes sah-sah saja dilakukan sepanjang; aman, tertib dan tepat sasaran, khususnya tidak mengganggu pelayanan publik atas kesehatan golongan masyarakat menengah kebawah/wong cilik, yang tidak begitu memahami permasalahan yang diperjuangkan dengan “aksi mogok” tersebut tapi akhirnya menjadi korban.
Aksi protes sah-sah saja dilakukan sepanjang; aman, tertib dan tepat sasaran, khususnya tidak mengganggu pelayanan publik atas kesehatan golongan masyarakat menengah kebawah/wong cilik, yang tidak begitu memahami permasalahan yang diperjuangkan dengan “aksi mogok” tersebut tapi akhirnya menjadi korban.
Tidak dapat dibayangkan, bila karena gengsi profesi ;
para guru, jaksa, hakim, pengacara, polisi,
atau Tentara, melakukan “aksi mogok”, apa jadinya bangsa dan Negara ini???
Tidak ada komentar:
Posting Komentar